Tradisi Kekerasan Mengakar di Luar SUPM Tegal
Tegal - Seorang alumnus Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Negeri Tegal
mengatakan kekerasan seolah sudah menjadi budaya di kalangan siswa,
yakni antara senior dan yunior.
"Itu sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan di tiap angkatan," kata alumnus yang meminta identitasnya dirahasiakan itu kepada Tempo, Senin, 23 Juni 2014.
Lelaki asal Kabupaten Pemalang yang kini berumur 32 tahun itu mengatakan kekerasan senior terhadap yunior tidak pernah dilakukan di lingkungan sekolah maupun asrama.
"Kegiatan semacam itu selalu dilakukan di luar sekolah. Kami sangat menjaga nama baik almamater," kata lelaki yang telah berumah tangga dan bekerja sebagai karyawan di perusahaan swasta itu.
Menurut lelaki berperawakan kekar itu, kegiatan senior dan yunior yang dibumbui kekerasan tidak hanya dilakukan pada masa orientasi studi dan pengenalan kampus (ospek). Sebagaimana dialami sekitar 21 siswa kelas X SUPM Negeri Tegal di rumah seorang seniornya di Desa Bongkok, Kecamatan Kramat, Tegal, pada Ahad malam, 22 Juni 2014.
Para yunior yang baru selesai mengerjakan ujian semester akhir untuk kenaikan ke kelas XI itu diundang seniornya untuk acara makan-makan. Tiap satu siswa membayar iuran Rp 30.000.
Namun, sebelum makan-makan, mereka disuruh berdiri lantas dipukuli seniornya dengan tangan kosong. Karena ada satu yunior yang tersungkur setelah dipukuli, acara makan-makan pun dibatalkan.
Yunior yang tersungkur itu siswa kelas X jurusan Teknika Perikanan Laut, Galih Mashuri, 16 tahun. Anak buruh tani asal Desa Sigentong, Kecamatan Warureja, Kabupaten Tegal, itu mengembuskan napas terakhir saat dibawa menuju RS Mitra Siaga Tegal. Ada luka lebam di dada Galih, tepatnya di bagian ulu hati.
Kini jenazah Galih sedang diotopsi di RSUD Dr Soeselo Kabupaten Tegal untuk mengetahui penyebab kematiannya. "Saya yakin itu murni kecelakaan. Sebelumnya tidak pernah jatuh korban," kata sumber Tempo itu. Sebab, dia berujar, tujuan dari kegiatan-kegiatan berbau kekerasan itu hanya untuk menanamkan rasa hormat yunior kepada senior.
"Seperti dalam adat Jawa ada istilah unggah-ungguh, tidak ada dendam," ujarnya. Apa pun alasannya, tradisi kekerasan di kalangan siswa itu tetap tidak dapat ditolerir. Setelah menerima laporan ihwal tewasnya Galih pada Ahad malam, Kepolisian Sektor Kramat dan Kepolisian Resor Tegal bergerak cepat.
Kepala Seksi Kedisiplinan SUPM Negeri Tegal Sufalazani Alfiah berkali-kali mengatakan kegiatan para senior dan yunior itu di luar pengetahuan pihak sekolah. Sufalazani yang turut mengantar polisi saat menjemput 19 siswa kelas XI hingga sekitar pukul 05.00 itu juga mengaku belum mengetahui hasil penyelidikan polisi.
"Itu sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan di tiap angkatan," kata alumnus yang meminta identitasnya dirahasiakan itu kepada Tempo, Senin, 23 Juni 2014.
Lelaki asal Kabupaten Pemalang yang kini berumur 32 tahun itu mengatakan kekerasan senior terhadap yunior tidak pernah dilakukan di lingkungan sekolah maupun asrama.
"Kegiatan semacam itu selalu dilakukan di luar sekolah. Kami sangat menjaga nama baik almamater," kata lelaki yang telah berumah tangga dan bekerja sebagai karyawan di perusahaan swasta itu.
Menurut lelaki berperawakan kekar itu, kegiatan senior dan yunior yang dibumbui kekerasan tidak hanya dilakukan pada masa orientasi studi dan pengenalan kampus (ospek). Sebagaimana dialami sekitar 21 siswa kelas X SUPM Negeri Tegal di rumah seorang seniornya di Desa Bongkok, Kecamatan Kramat, Tegal, pada Ahad malam, 22 Juni 2014.
Para yunior yang baru selesai mengerjakan ujian semester akhir untuk kenaikan ke kelas XI itu diundang seniornya untuk acara makan-makan. Tiap satu siswa membayar iuran Rp 30.000.
Namun, sebelum makan-makan, mereka disuruh berdiri lantas dipukuli seniornya dengan tangan kosong. Karena ada satu yunior yang tersungkur setelah dipukuli, acara makan-makan pun dibatalkan.
Yunior yang tersungkur itu siswa kelas X jurusan Teknika Perikanan Laut, Galih Mashuri, 16 tahun. Anak buruh tani asal Desa Sigentong, Kecamatan Warureja, Kabupaten Tegal, itu mengembuskan napas terakhir saat dibawa menuju RS Mitra Siaga Tegal. Ada luka lebam di dada Galih, tepatnya di bagian ulu hati.
Kini jenazah Galih sedang diotopsi di RSUD Dr Soeselo Kabupaten Tegal untuk mengetahui penyebab kematiannya. "Saya yakin itu murni kecelakaan. Sebelumnya tidak pernah jatuh korban," kata sumber Tempo itu. Sebab, dia berujar, tujuan dari kegiatan-kegiatan berbau kekerasan itu hanya untuk menanamkan rasa hormat yunior kepada senior.
"Seperti dalam adat Jawa ada istilah unggah-ungguh, tidak ada dendam," ujarnya. Apa pun alasannya, tradisi kekerasan di kalangan siswa itu tetap tidak dapat ditolerir. Setelah menerima laporan ihwal tewasnya Galih pada Ahad malam, Kepolisian Sektor Kramat dan Kepolisian Resor Tegal bergerak cepat.
Kepala Seksi Kedisiplinan SUPM Negeri Tegal Sufalazani Alfiah berkali-kali mengatakan kegiatan para senior dan yunior itu di luar pengetahuan pihak sekolah. Sufalazani yang turut mengantar polisi saat menjemput 19 siswa kelas XI hingga sekitar pukul 05.00 itu juga mengaku belum mengetahui hasil penyelidikan polisi.
No comments