Dibanjiri Bawang Impor, Petani Bawang Cirebon Merugi
Cirebon - Petani bawang merah Kabupaten Cirebon kembali mengeluhkan jumlah bawang impor yang terlalu banyak beredar di wilayahnya.
Barang impor tersebut membuat harga jual bawang merah lokal di
tingkat petani tetap berada menurun sampai Rp 9.000 per kilogram dan
menyebabkan petani merugi karena biaya produksi yang tak tertutupi.
Salah seorang petani bawang merah asal Kecamatan Gebang, Teni (45)
mengatakan, maraknya bawang merah impor membuat harga komoditi tersebut
di pasar saat ini hanya berkisar Rp 11.000 - 12.000.
"Kalau di pasar saja segitu, di tingkat petani lebih rendah lagi,
bahkan sempat mencapai Rp 8.000 per kilogram," katanya saat ditemui
Senin, (29/9/2014).
Menurut Teni, rendahnya harga tersebut tak beranjak naik sejak awal
2014. Meskipun kebijakan impor sempat ditinjau ulang, kenyataannya
bawang merah asal luar negeri masih marak beredar di Kabupaten Cirebon.
Teni menambahkan, sejak awal 2014 pula biaya produksi para petani
bawang merah melonjak tajam. Kelangkaan pupuk dan berbagai kendala alam
membuat petani harus mengeluarkan biaya rata-rata Rp 15.000 untuk setiap
kilogram bawang merah yang berhasil dipanen. Dengan harga jual saat
ini, petani jelas harus terus menanggung kerugian.
Kondisi itu diakui Teni tak membuat para petani bawang merah di
daerahnya bisa tersenyum lebar dengan hasil panen kali ini. Meskipun
hasilnya melimpah, Teni dan petani lain khawatir pasokan yang berlebih
akan membuat harga jual di tingkat petani semakin terpuruk.
Petani bawang merah asal Kecamatan Babakan, Wasidurin (43) juga
merasakan hal yang sama. Ia mengaku hampir putus asa dengan harga jual
yang tak pernah menutupi biaya produksi sejak awal 2014. "Tahun ini kami
tak pernah untung. Bawang impor masih banyak, sehingga kami terus
merasakan keterpurukan harga," katanya.
Wasirudin mengaku, harga bawang merah anjlok tajam sejak pemerintah
membuka keran impor pada Januari 2014 lalu. Ketika itu, dampaknya
langsung dirasakan di mana harga jual bawang merah lokal di tingkat
petani berangsur menurun dari semula Rp 12.000 menjadi Rp 8.000, Rp
5.000, bahkan Rp 2.500 per kilogram. Akibatnya petani merugi sampai
puluhan juta rupiah ketika itu.
Seperti diketahui, pemerintah pusat memang telah membuka keran impor
bawang merah pada semester pertama 2014. Keran tersebut dibuka untuk
sektiar 75.762 ton bawang merah yang masuk pada Januari-Maret 2014.
Keterpurukan membuat petani bawang merah Kabupaten Cirebon sempat
berunjuk rasa besar-besaran di depan kantor Bupati Cirebon, Rabu
(30/4/2014).
Tuntutan yang sama kini juga disampaikan para petani agar pemerintah
menghentikan impor bawang merah. Jika tidak, ratusan petani bawang merah
di Kabupaten Cirebon hingga Kabupaten Brebes, Jawa Tengah kemungkinan
akan gulung tikar.
Wasirudin menegaskan, kebijakan impor merupakan inkonsistensi
pemerintah, terutama setelah wakil rakyat mengesahkan Undang-undang
Perlingungan Petani.
"Saya mengerti bahwa harga jual kami memang tak boleh memberatkan
konsumen, namun kendala kami di lapangan juga harus menjadi
pertimbangan. Semua harus diuntungkan," katanya.
Menurut Wasirudin, Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam
Negeri Nomor 118/PDN/KEP/10/2013 tentang Penetapan Harga Referensi
Produk tidak relevan dengan kondisi petani saat ini.
Keputusan yang memuat aturan jika harga bawang mencapai Rp 25.500 per
kilogram di tingkat konsumen dan Rp 12.500 per kilogram di tingkat
petani itu jelas memberatkan petani dalam kondisi tertentu.
Wasidurin menambahkan, dalam kondisi normal biaya produksi petani
memang bisa ditekan sampai Rp 10.000 - 11.000 per kilogram. Namun ketika
kekeringan, banjir, kelangkaan pupuk dan faktor teknis lain menjadi
kendala, biaya itu bisa meningkat sampai Rp 15.000 per kilogram.
Oleh karena itu, harus ada kebijakan yang melindungi fpetani saat dihadapkan dengan kendala-kendala seperti itu.(HH)
No comments